Lanjut

Kamis, 15 Juli 2010

Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) H5N1

Penyakit Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) H5N1 (atau sering disebut AI atau disebut juga Flu Burung) pertama dicurigai sejak dilaporkan banyak kematian unggas di pada bulan Agustus 2003. Di kalangan industri peternakan berita mengenai penyakit ini sudah sangat gencar dibicarakan, namun saat itu Pemerintah masih menunggu konfirmasi untuk mendeklarasikan bahwa Avian Influenza telah masuk ke Indonesia. Isu tentang Very virulent NewCastle Disease (VVND) adalah dalang penyebab matinya unggas unggas di peternakan juga banyak beredar. Pemerintah baru mendeklarasikan secara resmi Indonesia terserang oleh HPAI ini pada akhir Januari 2004 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian. kurang lebih 6 bulan sejak penyakit ini dicurigai menyerang unggas pernyataan pemerintah ini dikeluarkan sehingga penyakit telah menyebar di beberapa daerah di Indonesia. Dari data Departemen Pertanian hingga Desember 2003 saja penyakit Ai ini telah menyebar di 9 propinsi, 59 kabupaten/kota di Indonesia. Hingga saat penyakit ini terkonfirmasi di 31 dari 33 provinsi. endemik di pulau Jawa, Sumatra, Bali dan Sulawesi Selatan serta wabah terjadi sporadik dilaporkan dari berbagai daerah.

Sampai dengan saat ini masih belum jelas sumber penularan awal penyakit ini ke Indonesia. Mulai unggas liar hingga importasi unggas dicurigai sebagai penyebab penyakit ini masuk ke wilayah Negara Indonesia. Tidak ada yang ingin dipersalahkan dalam hal masuknya penyakit ini ke Indonesia. Memang bukan saatnya untuk mencari siapa yang salah dan bertanggung jawab lagi, namun kejadian ini menjadi refleksi betapa lemahnya sistem kesehatan hewan saat itu sehingga penyakit tidak bisa dibendung masuk ke Indonesia dan tidak bisa ditelusur ulang sumbernya, terlebih lagi ketidakmampuan laboratorium diagnostik untuk mendiagnosa penyakit ini dengan cepat sehingga butuh waktu 6 bulan untuk Pemerintah mengatakan bahwa penyakit ini adalah Avian Influenza (AI). Hal ini juga merefleksikan ketidaksiagaan sistem kesehatan hewan di Indonesia terhadap serangan penyakit hewan yang sebelumnya tidak ada di Indonesia (exotic disease).

Banyak kesulitan dalam pengendalian HPAI dikarenakan banyak faktor termasuk banyak dan menyebarnya populasi unggas serta persoalan otonomisasi daerah yang yang dimulai tahun 2001 yang menyebabkan bervariasinya otoritas yang menangani kesehatan hewan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini mengakibatkan terganggunya jalur komando untuk pengendalian dan surveilans penyakit hewan di Indonesia.

Banyak kasus meninggal dunia yang diakibatkan oleh virus Flu Burung (H5N1)saat ini yang bukan saja menyerang ternak unggas tetapi juga telah dapat menyerang manusia, untuk itu kita dapat melakukan pencegahan dan pengendalian virus ini agar tidak menyangkit dan menyebar luas dilingkungan kita. Konsumsi produk ternak unggas dengan aman Untuk mengkonsumsi daging ayam, masak daging pada suhu mendidih lebih dari 1 menit, karena virus AI akan mati pada suhu 80 derajat celcius pada pemanasan selama 1 menit. Sedangkan untuk merebus telur dapat dilakukan pada suhu di atas 64 derajat celcius selama 6 menit, karena virus akan mati pada suhu 64 derajat celcius pada pemanasan selama 4,5 menit). Gejala penyakit dan penyebarannya Gejala klinis yang sering ditemukan pada ayam/unggas yang terjangkit flu burung, antara lain: Jengger dan pial membengkak dengan warna kebiruan Perdarahan merata pada kaki yang berupa bintik-bintik merah (ptekhi) atau ada sering disebut juga "kaki kerokan" Adanya cairan pada mata dan hidung (gangguan pernapasan) Keluar cairan eksudat jernih hingga kenthal dari rongga mulut Diare Haus berlebihan Kerabang telur lembek Tingkat kematian sangat tinggi mendekati 100% (kematian dalam waktu 2 hari, maksimal 1 minggu) Media penyebaran dan penularan dapat melalui (a) kotoran unggas, (b) sarana transportasi ternak, (c) peralatan kandang yang tercemar, (d) pakan dan minuman unggas yang tercemar, (e) pekerja di peternakan, (f) burung. Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberantasan Prinsip dasar yang diterapkan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan Avian influenza atau flu burung ini, adalah: Mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI Menghentikan produksi virus AI oleh unggas tertular (menghilangkan virus AI dengan dekontaminasi/disinfeksi) Meningkatkan resistensi (pengebalan) dengan vaksinasi Menghilangkan sumber penularan virus, dan Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) Dalam pelaksanaannya, dapat dilakukan melalui 9 tindakan yang merupakan satu kesatuan satu sama lainnya yang tidak dapat dipisahkan, yaitu: Peningkatan biosekuriti Vaksinasi Depopulasi (pemusnahan terbatas atau selektif) di daerah tertular Pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas Surveillans dan penelusuran (tracking back) Pengisian kandang kembali (restocking) Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru dilaporkan pada bulan Mei 2005 di Tangerang Banten

Kasus meninggalnya warga Vila Melati Mas, Tangerang - yang menurut dugaan Depkes akibat flu burung - mendapat tanggapan serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden meminta masyarakat tak perlu resah namun tetap waspada terhadap penyakit yang bersumber pada unggas itu.

Lebih lanjut, presiden juga meminta masyarakat agar tidak mudah terpengaruh isu-isu yang menyesatkan mengenai flu burung. Pemerintah berupaya melindungi warga serta sumberdaya hayati hewan, khususnya di wilayah NKRI, dari penyakit hewan menular utama flu burung (Avian influenza/AI) dengan melakukan berbagai langkah antisipasi melalui pengendalian terhadap lalu lintas ternak unggas dan produk unggas dari dan ke wilayah NKRI secara ketat. Sebagai contoh, pada 27 April 2005, Departemen Pertanian melalui Dirjen Peternakan mengeluarkan Surat Edaran No. 1403/HK.340/F/04.2005 tentang pelarangan pemasukan komoditas unggas, bahan asal unggas dan asil bahan asal unggas dari Malaysia ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Seperti imbauan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, warga tidak perlu takut mengkonsumsi telur dan daging ayam serta produk ternak ungagas lainnya. Sebab, bila dimasak dengan benar penyakit flu burung tidak perlu dikhawatirkan.

Konsumsi produk ternak unggas dengan aman

Mengkonsumsi daging ayam, masak daging pada suhu mendidih lebih dari 1 menit, karena virus AI akan mati pada suhu 80 derajat celcius pada pemanasan selama 1 menit. Sedangkan untuk merebus telur dapat dilakukan pada suhu di atas 64 derajat celcius selama 6 menit, karena virus akan mati pada suhu 64 derajat celcius pada pemanasan selama 4,5 menit).

Gejala penyakit dan penyebarannya

Gejala klinis yang sering ditemukan pada ayam/unggas yang terjangkit flu burung, antara lain:

  • Jengger dan pial membengkak dengan warna kebiruan
  • Perdarahan merata pada kaki yang berupa bintik-bintik merah (ptekhi) atau ada sering disebut juga "kaki kerokan"
  • Adanya cairan pada mata dan hidung (gangguan pernapasan)
  • Keluar cairan eksudat jernih hingga kenthal dari rongga mulut
  • Diare
  • Haus berlebihan
  • Kerabang telur lembek
  • Tingkat kematian sangat tinggi mendekati 100% (kematian dalam waktu 2 hari, maksimal 1 minggu)

Media penyebaran dan penularan dapat melalui (a) kotoran unggas, (b) sarana transportasi ternak, (c) peralatan kandang yang tercemar, (d) pakan dan minuman unggas yang tercemar, (e) pekerja di peternakan, (f) burung.

Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberantasan

Prinsip dasar yang diterapkan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan Avian influenza atau flu burung ini, adalah:

  • Mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI
  • Menghentikan produksi virus AI oleh unggas tertular (menghilangkan virus AI dengan dekontaminasi/disinfeksi)
  • Meningkatkan resistensi (pengebalan) dengan vaksinasi
  • Menghilangkan sumber penularan virus, dan
  • Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)

Dalam pelaksanaannya, dapat dilakukan melalui 9 tindakan yang merupakan satu kesatuan satu sama lainnya yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:

  1. Peningkatan biosekuriti
  2. Vaksinasi
  3. Depopulasi (pemusnahan terbatas atau selektif) di daerah tertular
  4. Pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas
  5. Surveillans dan penelusuran (tracking back)
  6. Pengisian kandang kembali (restocking)
  7. Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru
  8. Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)
  9. Monitoring dan evaluasi

Apa yang harus dilakukan untuk melindungi peternakan pada saat tidak terjadi wabah AI di sekitar peternakan?

  • Jagalah agar ternak unggas dalam kondisi baik, antara lain, mempunyai akses ke air bersih dan makanan yang memadai, kandang yang memadai, menerima produk-produk yang bebas cacing dan sudah divaksinasi
  • Jagalah ternak agar selalu berada di lingkungan yang terlindung
  • Periksalah barang-barang yang masuk ke dalam peternakan

Apa yang harus dilakukan untuk melindungi peternakan pada saat terjadi wabah AI di sekitar peternakan?

  • Peliharalah ternak di tempat yang terlindungi
  • Jangan membeli atau menerima hewan baru ke dalam peternakan
  • Batasi dan kendalikan orang yang masuk ke peternakan
  • Sapu pekarangan, bersihkan kandang, peralatan, sepeda motor secara berkala
  • Simpan pupuk kandang (jauhkan dsri kolam, sumur, dll)

2 komentar: